Laporan: The New York Times Larang Wartawannya Pakai Kata “Genosida” dan “Pembersihan Etnis” Atas Kejahatan Israel di Palestina

James North menyebut bahwa beberapa bias arus utama di Amerika Serikat begitu komprehensif dan telah berlangsung begitu lama sehingga masih luput dari perhatian. Ia menyebutkan fakta bahwa sebanyak 670.000 orang Yahudi Israel yang telah pindah secara permanen ke Tepi Barat Palestina yang diduduki sejak tahun 1967 secara universal disebut sebagai “pemukim”, bukan “penjajah”, dan tempat di mana mereka tinggal sekarang disebut “permukiman”.

BY 4adminEdited Thu,18 Apr 2024,05:07 AM
Pengunjuk rasa pro-Palestina berkumpul di gedung New York Times untuk memprotes liputan media tersebut tentang perang Israel-Palestina, pada 11 Desember 2023 di New York City (Foto: Michael M Santiago/Getty via AFP)

New York, SPNA - Sebuah memo internal bocor dari The New York Times meminta para jurnalisnya untuk tidak menggunakan kata “genosida” dan “pembersihan etnis” dan menghindari penggunaan “wilayah pendudukan” ketika memberitakan Palestina. Hal ini dilaporkan The Intercept pada 15 April.

Media investigasi The Intercept melaporkan bahwa memo tersebut menginstruksikan wartawan New York Times untuk tidak menggunakan kata “Palestina” kecuali dalam kasus yang sangat jarang terjadi dan menghindari istilah “kamp pengungsi” untuk menggambarkan wilayah Gaza yang secara historis dihuni oleh pengungsi Palestina yang diusir Israel dari wilayah lain di Jalur Gaza dan wilayah Palestina lainnya selama perang Israel-Arab sebelumnya.

The Intercept mengungkapkan bahwa memo itu ditulis oleh editor Susan Wessling dan Philip Pan serta wakilnya. Beberapa jurnalis dari New York Times tersebut mengatakan kepada The Intercept bahwa beberapa isi memo tersebut “menunjukkan bukti dukungan surat kabar tersebut terhadap narasi Israel”.

“Saya pikir ini adalah hal yang terlihat profesional dan logis jika Anda tidak memiliki pengetahuan tentang konteks sejarah konflik Palestina-Israel. Namun, jika Anda mengetahui konteks sejarah ini, jelas akan mengecewakan Israel,” kata sumber redaksi New York Times anonim yang tidak mau disebutkan namanya.

Sumber anonim lainnya di ruang redaksi mengatakan kepada The Intercept bahwa bukan hal yang aneh bagi perusahaan berita untuk menetapkan pedoman gaya berit. Namun, ada standar unik yang diterapkan terhadap kekerasan yang dilakukan oleh Israel.

Berbagai media berita selama beberapa bulan dan tahun terakhir telah memperlunak atau langsung menyensor isu Palestina dalam pemberitaan mereka.

Pada bulan November, The Breach melaporkan bahwa Bell Media, konglomerat media Kanada bernilai miliaran dolar yang menjalankan CTV, BNN Bloomberg, dan CP24 Toronto, juga telah mengatakan kepada jurnalis untuk tidak menggunakan kata “Palestina.”

“Meskipun Palestina mempunyai status negara pengamat di PBB, Palestina sebagai sebuah bangsa saat ini belum ada. Silakan gunakan Gaza atau Tepi Barat yang diduduki Israel untuk mengetahui lokasi geografisnya,” demikian bunyi memo internal yang diperoleh The Breach.

Pernyataan tersebut meminta para jurnalis untuk menggunakan “Hamas dan militan Hamas” ketika merujuk pada pemerintah Palestina dan memastikan penyebutan bahwa Hamas “telah dinyatakan sebagai kelompok teroris oleh Kanada dan banyak negara Barat lainnya”.

Media sosial juga dipenuhi dengan sensor terhadap suara-suara Palestina. Human Rights Watch (HRW), dalam laporan yang dirilis tahun lalu, menyatakan bahwa “Kebijakan dan praktik Meta telah membungkam suara-suara yang mendukung Palestina dan hak asasi manusia Palestina di Instagram dan Facebook menggunakan sensor yang tinggi di media sosial”.

Laporan HRW menambahkan bahwa “Antara Oktober dan November 2023, terdapat lebih dari 1.050 penghapusan, pelarangan, dan pembatasan lainnya terhadap konten Instagram dan Facebook yang diposting oleh penduduk dan pendukung Palestina, termasuk tentang pelanggaran hak asasi manusia.

Sebuah laporan yang diterbitkan pada bulan November tahun lalu oleh Forbes menunjukkan sensor ketat yang akan menjadi tren enam bulan setelah perang Israel di Gaza. Laporan tersebut mencatat bahwa Israel mengirimkan sekitar 9.500 permintaan ke Meta dan Tiktok sejak 7 Oktober untuk menghapus konten yang menggambarkan Israel secara negative, di mana sekitar 94 persen kontennya telah dihapus.

Kritik dan Bantahan terhadap New York Times

James North, jurnalis dan editor Mondoweiss, memuji sumber anonim New York Times yang membocorkan memo “jahat” tersebut. Ia menyebut bahwa pengungkapan yang mengejutkan ini seharusnya mendorong pemeriksaan yang lebih luas terhadap bahasa bias yang telah lama menjadi rutinitas di New York Times dan di seluruh media Amerika Serikat.

James North menyebut bahwa contoh terburuk dari bias media ini adalah arahan New York Times yang menyatakan bahwa laporannya harus “menghindari” penggunaan kata “wilayah pendudukan” ketika menggambarkan tanah Palestina. Ia menyebut telah memantau dengan teliti liputan miring New York Times selama lebih dari satu dekade dan terkejut dengan bias yang dilakukan dengan sengaja ini. Ia menegaskan bahwa Jalur Gaza dan Tepi Barat Palestina adalah wilayah pendudukan dan penjajahan dengan penjahatnya adalah Israel.

“Mari kita kesampingkan dulu Gaza, meskipun para ahli hukum internasional menjelaskan bahwa blokade udara, laut, dan darat (Jalur Gaza) yang dilakukan Israel merupakan “pendudukan” bahkan sebelum tanggal 7 Oktober. Namun, bagaimana dengan Tepi Barat Palestina? Bagaimana New York Times bisa berpura-pura bahwa pasukan militer permanen Israel, yang berada di sana sejak Juni 1967, bukan merupakan “pendudukan?”. Pos pemeriksaan militer dan polisi Israel, serta fakta bahwa hukum militer Israel adalah hukum tertinggi (di Tepi Barat bagi penduduk Palestina). Apa artinya ini jika bukan ‘pendudukan?’,” kata James North.

James North menyinggung instruksi New York Times kepada wartawannya yang melarang penggunaan kata Palestina “kecuali dalam kasus yang sangat jarang terjadi” sebagai sebuah kebodohan dan kebohongan.

“Beberapa juta orang menyebut diri mereka sebagai “orang Palestina”. Palestina memiliki perwakilan di PBB. Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka masih mendukung solusi dua negara. Bagaimana Anda bisa menggambarkan negara kedua tanpa menyebut kata ‘Palestina?’,” kata James North.

James North juga mengkritik New York Times juga mengatakan kepada stafnya untuk tidak menggunakan istilah “kamp pengungsi” untuk menggambarkan wilayah tertentu di Jalur Gaza. New York Times membenarkan sensor linguistik ini dengan argumen, “Meskipun disebut sebagai kamp pengungsi, pusat-pusat pengungsi di Jalur Gaza merupakan lingkungan yang maju dan padat penduduk sejak perang tahun 1948”. Singkatnya, New York Times mengatakan bahwa sebelum tanggal 7 Oktober, penduduk Palestina di Jalur Gaza tidak lagi tinggal di kota-kota tenda pengungsi, karena mereka kembali berada di Rafah dan tempat lain di wilayah Jalur Gaza setelah Israel menghancurkan seluruh perkampungan mereka.

“Jadi (menurut New York Times) Anda tidak bisa menyebutnya “kamp”, tetapi bukan itu intinya. Penduduk Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat menganggap diri mereka sebagai pengungsi; banyak keluarga yang masih memiliki kunci rumah yang mereka atau nenek moyang mereka tinggalkan secara paksa pada tahun 1948. Surat kabar yang jujur akan melaporkan hal ini sesekali daripada menutup diskusi dengan mendiktekan kosakata,” kata James North.

New York Times Propaganda 1.jpeg
.Sebagian judul berita The New York Times yang mengandung bias ketika menulis tentang Palestina

James North menyebut bahwa beberapa bias arus utama di Amerika Serikat begitu komprehensif dan telah berlangsung begitu lama sehingga masih luput dari perhatian. Ia menyebutkan fakta bahwa sebanyak 670.000 orang Yahudi Israel yang telah pindah secara permanen ke Tepi Barat Palestina yang diduduki sejak tahun 1967 secara universal disebut sebagai “pemukim”, bukan “penjajah”, dan tempat di mana mereka tinggal sekarang disebut “permukiman”.

“Siapa pun yang pertama kali memilih kata “pemukim” pada tahun 1970-an berhak mendapatkan medali emas karena penghalusan makna kata yang tidak jujur ini. “Pemukim” memberikan kesan sebagai pionir tangguh yang memasuki wilayah yang hampir kosong, sebuah versi yang lebih mutakhir dari ungkapan asli Zionis: “Tanah tanpa bangsa untuk bangsa tanpa tanah”. Kenyataannya tentu saja berbeda,” kata James North.

James North menyebut bahwa Palestina adalah tanah berpenghuni dan memiliki bangsa. Setelah Israel mencaploknya dan khususnya mencuri tanah Tepi Barat Palestina, Israel membangun pos pemeriksaan militer, memperuntukkan jalan-jalan tertentu hanya bagi orang Yahudi, dan melakukan kejahatan dan penculikan penduduk Palestina hampir setiap hari, termasuk anak-anak dan perempuan. Pemukim atau penjajah Israel ini juga melakukan kekerasan besar-besaran terorganisir mematikan dengan bantuan tentara Israel, terutama dalam beberapa bulan ini.

James North menegaskan bahwa kata pemukim bagi orang-orang Yahudi Israel yang tinggal secara ilegal di Tepi Barat Palestina kurang tepat, karena tepatnya mereka adalah penjajah. Ia menyebut bahwa penggunaan bahasa ini sangat penting, di mana sebuah kata dapat menyembunyikan sebuah kebenaran atau membuatnya menjadi bias.

Bayangkan saja bagaimana opini penduduk Amerika Serikat mengenai Israel atauPalestina akan mulai berubah jika nama “penjajah” Israel disebutkan secara akurat dalam media mereka, meskipun hanya sebagian saja.

(T.FJ/S: The Cradle, Mondoweiss)

leave a reply
Posting terakhir