Mengapa Israel Menyerang Gaza pada Awal Agustus 2022 Ini?

Muhammad Musleh, menunjukkan bahwa Yeir Lapid dan Benny Gantz sedang bermain di pemilihan umum Israel. Agresi Israel ini mengubah fakta dan pendapat yang menyebutkan bahwa pemerintahan otoritas pendudukan Israel saat ini tidak ingin terseret ke dalam perang dengan Gaza.

BY 4adminEdited Tue,09 Aug 2022,03:00 PM

Gaza, SPNA - Empat hari setelah mendeklarasikan keadaan darurat dan memobilisasi pasukan militer di permukiman di sekitar perbatasan Gaza, agresi Zionis Israel di Jalur Gaza datang, yang akhirnya menimbulkan pertanyaan tentang motif dan waktu agresi.

Otoritas pendudukan Israel, memulai agresi setelah operasi penipuan, yang mengklaim bahwa agresi hanya menargetkan gerakan Jihad Islam. Hal yang sama sekali tidak masuk akal, di mana pasukan pendudukan Israel melakukan serangan bom hampir di seluruh kawasan di Jalur Gaza, tanpa memperhatikan penduduk sipil, termasuk anak-anak, orang tua, dan perempuan.

Otoritas pendudukan Israel kembali ke wujud aslinya, ke era sebelumnya dengan melakukan serangan pembunuhan langsung terhadap para pemimpin kelompok perlawanan Palestina. Operasi yang kemudian diikuti serangan pembunuhan dengan serangkaian serangan terhadap penduduk sipil, yang hingga saat ini korbannya telah mencapai 43 orang, termasuk di antaranya 15 anak-anak dan empat perempuan, sedangkan sebanyak 311 penduduk Palestina lainnya mengalami luka-luka.

Sejak Jumat sore, pasukan pendudukan Zionis Isael telah melancarkan serangan besar-besaran di Jalur Gaza, sebagai bagian agresi “Fajar Shadiq”, yang menyebabkan kematian 43 penduduk sipil dan melukai 311 lainnya, serta rumah, fasilitas umum, dan prasarana banyak yang mengalami kehancuran.

Di sisi lain, kelompok perlawanan merespons dengan meluncurkan roket ke wilayah Palestina yang diduduki tahun 1948 (wilayah Israel saat ini) dalam operasi militer “Wahdah As-Sahaat” yang diluncurkan Brigade Al-Quds, sayap militer gerakan Jihadi Islam.

 

Kenapa Sekarang?

Perhitungan politik dalam pemilihan umum “Israel” yang akan datang, didahului dalam bentuk agresi militer. Namun, perdana menteri pemerintah pendudukan saat ini, Yair Lapid, dan menteri pertahanan Israel, Benny Gantz, telah melanggar garis merah, dan memulai agresi militer meskipun kondisi negara dalam keadaan tenang.

Beberapa hari sebelum agresi, pasukan pendudukan Israel menangkap Syeikh Bassam Al-Saadi (62 tahun), seorang pemimpin Jihad Islam, dari kamp Jenin. Otoritas pendudukan Israel kemudian memperingatkan faksi-faksi perlawanan, terutama Gerakan Jihad Islam, tentang konsekuensi akibat eskalasi lapangan.

Muhammad Musleh, pakar dalam urusan Israel, menegaskan bahwa pihak Israel secara sengaja melancarkan agresi dalam koordinasi terus-menerus antara dinas intelijen, dinas keamanan, dan tentara pendudukan Israel, dan menetapkan tanggal untuk melancarkan agresi.

“Dengan dalih tindakan pencegahan, serangan mendadak (Israel) terjadi beberapa hari setelah pernyataan keadaan darurat dan waspada di permukiman Israel di sekitar Jalur Gaza. Mereka menipu dunia bahwa kelompok perlawanan (Palestina) akan mengebom permukiman Israel,” kata Muhammad Musleh.

Tindakan kelompok perlawanan Palestina di Jalur Gaza, mengikuti perkembangan lapangan di Tepi Barat, Yerusalem yang diduduki, dan tanah Palestina yang dicaplok 1948 (negara Israel saat ini) dalam beberapa tahun terakhir. Tindakan perlawanan ini terlihat nyata dalam Pertempuran Seif Al-Quds, pada tahun 2021 lalu.

Muhammad Musleh, menunjukkan bahwa Yeir Lapid dan Benny Gantz sedang mempersiapkan diri dan bermain di pemilihan umum Israel, yang direncanakan akan berlangsung pada bulan Oktober. Agresi Israel ini mengubah fakta dan pendapat yang menyebutkan bahwa pemerintahan otoritas pendudukan Israel saat ini tidak ingin terseret ke dalam perang dengan Gaza.

Agresi terhadap Jalur Gaza akan meningkatkan elektabilitas Yeir Lapid dan Benny Gantz, yang akan menyaingi elektabilitas Netanyahu dari arena pemilihan umum yang akan datang, dengan memenangkan dukungan dari sayap kanan ekstrim, dan meyakinkan front internal bahwa pemerintahnya kuat.

 

Lebih dari Sekadar Perang Melawan Jihad Islam

Mayor Jenderal Youssef Sharqawi, seorang pakar dalam urusan militer, mengatakan bahwa agresi di Jalur Gaza kali ini lebih dari sekadar “operasi” militer yang dilancarkan oleh “Israel”, dengan klaim hanya untuk menargetkan gerakan Jihad Islam.

“Saya pikir Hamas sedang mengevaluasi situasi dengan baik di Gaza, dan otoritas pendudukan Israel tengah mencoba untuk mengendalikan durasi agresi,” kata Youssef Sharqawi.

Faksi-faksi perlawanan di Gaza bekerja sesuai dengan Bilik Koordinasi Bersama, bilik koordinasi militer bersama faksi perlawanan Palestina (selain Fatah). Otoritas pendudukan Israel telah berulang kali menunjukkan bahwa sejak awal agresi, Hamas mengelola pertempuran dengan jelas, meskipun fakta menegaskan bahwa Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, belum mengumumkan terlibat dalam pertempuran terbuka dengan otoritas pendudukan Israel.

Sementara itu, pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Bilik Koordinasi Bersama dan Jihad Islam menunjukkan adanya konsistensi yang luar biasa dalam mengelola medan konfrontasi.

Youssef Sharqawi percaya bahwa agresi yang terjadi saat ini di Jalur Gaza juga terkait dengan agenda regional. Jika “Israel” akan mengebom Iran dengan dukungan Amerika Serikat, pihak Israel akan berusaha untuk menetralisir front Gaza dan selatan Libanon, sehingga Amerika Serikat dapat mencurahkan dirinya dalam serangan menghadapi Iran.

Youssef Sharqawi menyinggung tindakan otoritas pendudukan Israel yang mengabaikan mediasi Mesir, di mana sebelumnya Israel telah berjanji untuk tidak membunuh. Mereka menipu dunia bahwa para pemukim Israel sedang menderita dan terjebak di kawasan di sekitar perbatasan Jalur Gaza, dan secara tiba-tiba mereka kemudian melancarkan serangan udara.

 

Waktu Terjadinya Agresi

Penetapan waktu agresi Israel tidak hanya berkaitan elektoral pemilihan umum yang akan dilaksanakan di Israel, tetapi adanya aliansi baru yang lahir di kawasan dengan rezim Arab pada saat terjadi normalisasi damai dengan Israel.

Pakar urusan Israel, Muhammad Musleh, percaya bahwa kepemimpinan pemerintahan otoritas pendudukan Israel saat ini mengirim pesan kepada sekutu mereka bahwa Israel adalah payung keamanan yang paling kuat dan dapat mengubah keseimbangan keamanan dengan Gaza dan Lebanon.

Upaya untuk memisahkan perkembangan kondisi lapangan di Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki tampak jelas dalam agresi kali ini. Israel tidak ingin menghadapi protes dan pemberontakan komprehensif yang terjadi di tanah Palestina yang dirampas pada 1948 (negara Israel sekarang), seperti yang terjadi di pertempuran Seif Al-Quds pada tahun 2021.

“Indikasi adanya pemisahan antara Jalur Gaza dan Tepi Barat sedang dilakukan oleh operasi penangkapan dan penutupan sejumlah tempat yang terus berkelanjutan di Tepi Barat. Operasi penangkapan terbaru adalah penangkapan Al-Saadi, seorang pemimpin di Jihad Islam, menunjukkan bahwa mereka mampu bergerak (melakukan operasi) di berbagai front,” kata Muhammad Musleh.

Ia menyebut bahwa front selatan Libanon adalah front yang paling penting bagi “Israel”, tetapi sumbu ledakan selalu pendek di front Gaza, yang kemungkinan akan membawa kejutan jika agresi terus berlanjut.

Muhammad Musleh menegaskan bahwa sikap perlawanan Gaza tidak akan dipatahkan. Ia menyatakan bahwa jika agresi dan serangan udara terus diperpanjang Israel, pertempuran ini akan menjadi lebih parah dibandingkan dengan pertempuran “Seif Al-Quds”. Aksi peluncuran pesawat tak berawak dari Jalur Gaza yang menghempaskan rudal setelah melintasi perbatasan ke kawasan Israel merupakan kejutan bagi pemerintahan pendudukan Israel.

“Saat ini, Jalur Gaza tidak boleh dipisahkan dari Tepi Barat dan bahkan harus saling mendukung. Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) harus memenuhi komitmen nasionalnya dan setiap orang Palestina harus berusahan meringankan tekanan (Israel) terhadap Gaza,” kata Muhammad Musleh.

Otoritas pendudukan Israel tampaknya terganggu dengan lahirnya gerakan parsial di tanah Palestina yang dirampas 1948 (negara Israel sekarang), pada hari kedua agresi dalam bentuk aksi demonstrasi protes.

Otoritas pendudukan Israel juga khawatir jika terus memperpanjang waktu agresi dan serangan udara terhadap Jalur Gaza, dapat menyeret front kedua ke dalam pertempuran terhadap Israel, yang pertama diperkirakan berasal dari yaitu Libanon.

Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza, pada Senin (08/08/2022), mengumumkan bahwa jumlah korban meninggal dunia akibat serangan bom Zionis Israel di Jalur Gaza telah meningkat menjadi 44 orang, termasuk di antaranya 15 anak-anak dan empat perempuan. Sementara itu, sebanyak 360 penduduk Palestina lainnya mengalami luka-luka.

Kantor media pemerintah juga melaporkan bahwa sebanyak sembilan bangunan tempat tinggal hancur total, dan lebih dari 1.500 unit rumah rusak, dengan rincian; 16 di antaranya hancur total, 71 tidak layak huni, dan 1.400 unit rusak sebagian hingga sedang.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir