93 Tahun Eksekusi Revolusioner Al-Buraq, Kejahatan Israel Berlanjut dan Perlawanan Terus Hidup

Berdasarkan RUU tersebut, kawasan Masjid Al-Qibli akan dialokasikan bagi umat Islam dan kawasan yang dimulai dari pelataran Masjid Kubah Batu hingga ujung utara alun-alun Al-Aqsha akan dialokasikan bagi Yahudi. RUU ini akan mengalokasikan pembagian sekitar 70 persen dari luas kompleks suci Masjid Al-Aqsha bagi Yahudi dan sisanya bagi umat Islam.

BY 4adminEdited Sun,18 Jun 2023,02:29 PM

Yerusalem, SPNA - 95 tahun telah berlalu sejak hari yang telah diabadikan dalam sejarah untuk mengenang orang yang mencintai Palestina dan percaya bahwa kemerdekaan milik setiap orang yang memperjuangkannya.

Sabtu, 17 Juni merupakan peringatan 93 tahun eksekusi tiga syuhada Revolusi Al-Buraq Palestina: Mohammed Jamjoum, Fuad Hijazi, dan Atta Al-Zir.

Revolusi Al-Buraq merupakan nama yang diberikan Palestina terhadap bentrokan kekerasan yang pecah di kota Yerusalem pada 9 Agustus 1929, selama Mandat Inggris atas Palestina, dan menyebar beberapa hari kemudian ke sejumlah kota lain di Palestina.

Tembok Al-Buraq atau tembok ratapan versi Yahudi merupakan bagian wakaf Islam dan salah satu tembok atau dinding Masjid Al-Aqsha. Selama pemerintahan Ottoman, orang Yahudi diizinkan untuk melakukan ritual di depan tembok tersebut. Namun, seiring berjalannya waktu orang-orang Yahudi mengklaim bahwa Tembok Al-Buraq adalah salah satu sisa-sisa dari bekas "Kuil Yahudi".

Pada tanggal 15 Agustus 1929, bertepatan dengan hari peringatan "Penghancuran Kuil" dan juga bertepatan dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw., kelompok Zionis sayap kanan, Baitar, mengorganisir demonstrasi besar-besaran, di mana sejumlah besar orang Yahudi berkumpul di Yerusalem, meneriakkan "Tembok Al-Buraq adalah milik kita" dan menyanyikan lagu kebangsaan Zionisme.

 

Penjara Acre

Sejarah mengabadikan kisah tiga revolusioner yang dieksekusi oleh otoritas pendudukan Inggris, yang mendirikan dan mensponsori berdirinya negara teroris Zionis Israel.

Kisah eksekusi para martir Revolusi Al-Buraq dimulai setelah polisi Inggris menangkap sekelompok pemuda Palestina pasca pecahnya Revolusi Al-Buraq, yang dimulai ketika orang-orang Yahudi mengorganisir demonstrasi.

Pada saat itu, polisi Mandat Inggris menangkap 26 orang Palestina yang berpartisipasi dalam aksi mempertahankan Tembok Al-Buraq dari gempuran orang-orang Yahudi. Pada awalnya Inggris menjatuhkan hukuman mati kepada mereka semua. Namun, hukuman ini menjadi lebih ringan bagi 23 dengan hukuman penjara seumur hidup dan tetap mempertahankan hukuman mati bagi tiga terpidana: Mohammed Jamjoum, Fuad Hijazi, dan Atta Al-Zir.

Hukuman mati dilakukan terhadap Jamjoum, Hijazi, dan Al-Zir, pada 17 Juni 1930, di penjara kota Acre, yang juga dikenal dengan sebutan penjara al-qal'ah (penjara kastil)

 

Tiga Syuhada Penjara Acre

Fuad Hijazi lahir di kota Safed, utara Palestina pada tahun 1904. Ia mengenyam pendidikan dasar di kota Safed, kemudian melanjutkan pendidikan menengah di Skotlandia, dan menyelesaikan studi sarjananya di American University di Beirut.

Fuad Hijazi secara aktif berpartisipasi di kotanya dalam Revolusi Al-Buraq, yang melanda Palestina setelah terjadi peristiwa Al-Buraq pada tahun 1929, di mana ratusan orang terbunuh dan terluka.

Hijazi adalah orang pertama di antara ketiga terpidana yang dieksekusi oleh otoritas mandat Inggris pada 17 Juni 1930, di penjara kastil di Acre. Ia paling muda dari ketiga terpidana.

Fuad Hijazi diizinkan menulis surat kepada keluarganya sehari sebelum eksekusi. Ia menulis wasiatnya dan mengirimkannya ke surat kabar Al-Yarmouk, yang terbit pada 18 Juni 1930, dengan tulisan tangan dan tanda tangannya. Ia berkata:

“Hari saya digantung harus menjadi hari kesenangan dan kegembiraan. Oleh karena itu, kegembiraan dan kesenangan harus ditetapkan pada tanggal 17 Juni setiap tahun. Hari ini harus menjadi hari bersejarah di mana pidato akan disampaikan dan himne dinyanyikan untuk mengenang darah kita yang tertumpah demi Palestina dan perjuangan Arab”.

Adapun Mohammed Khalil Jamjoum lahir di Hebron pada tahun 1902. Ia mengenyam pendidikan dasar di Hebron. Jamjoum menyelesaikan studi universitas di Universitas Amerika di Beirut dan ikut serta dalam peristiwa berdarah setelah Revolusi Al-Buraq melawan kejahatan Yahudi Zionis selama Mandat Inggris atas Palestina.

Jamjoum dikenal karena sikap kerasnya terhadap Zionisme dan Mandat Inggris. Setelah peristiwa Revolusi Al-Buraq, pasukan Inggris menangkapnya pada tahun 1929 bersama dengan 25 orang Arab-Palestina. Ia dieksekusi dengan cara digantung pada pukul 09.00 pagi.

Atta Ahmed Al-Zir lahir di kota Hebron, pada tahun 1895. Ia bekerja di sejumlah profesi di bidang keahlian tangan. Atta Al-Zir juga bekerja di bidang pertanian. Sejak kecil ia dikenal dengan keberanian dan kekuatan fisiknya.

Atta Al-Zir ikut aktif di kota Hebron dalam Revolusi Al-Buraq. Ia kemudian ditangkap dan dieksekusi di penjara Acre, di tengah protes dan kecaman Arab. Dari ketiga tahanan tersebut, Atta Al-Zir adalah yang tertua.

Adapun peristiwa Revolusi Al-Buraq, meletus mulai dari Hebron dan Beersheba di selatan Palestina hingga Safed di utara Palestina. Sebanyak 116 penduduk Palestina meninggal dunia dan 232 lainnya mengalami luka-luka. Sementera itu, sebanyak 133 pemukim Zionis Israel terbunuh dan 339 lainnya mengalami luka-luka.

 

Kejahatan Masih Berlanjut

93 tahun setelah kejahatan Inggris, yang kemudian berlanjut dengan dukungan terhadap berdirinya entitas Zionis Israel, yang hingga hari ini setelah bertahun-tahun setelah pendudukan Yerusalem, Zionis Israel masih terus menyahudisasi Yerusalem, mengubah realitas Arab-Palestina, identitas, dan fitur-fitur sejarah Islam maupun Kristen di Yerusalem dan terus melakukan upaya yahudisasi Masjid Al-Aqsha.

Sejak awal tahun 2023 hingga akhir Mei lalu, sebanyak 22.456 pemukim Israel menyerbu masuk ke kompleks suci Masjid Al-Aqsha. Sementara pada tahun 2022, sebanyak 20.217 pemukim Israel yang menyerbu ke masjid, selama periode yang sama tahun lalu 2022.

Otoritas pendudukan Israel mendeportasi sebanyak 47 penduduk Palestina asal Yerusalem, dari kota mereka Yerusalem dan Masjid Al-Aqsha. Mayoritas korban deportasi merupakan aktivis Yerusalem dan  murabithun (penjaga Al-Aqsha).

Secara bersamaan, otoritas pendudukan Israel melakukan politik penggusuran dan pemindahan paksa penduduk Palestina. Otoritas pendudukan Israel berusaha untuk menggusur penduduk Palestina dan mengosongkan Kota Suci Yerusalem dari penduduk asli Palestina. Sejak awal 2023 ini, otoritas pendudukan Israel melakukan penghancuran sekitar 56 rumah Palestina di berbagai wilayah di Yerusalem. Ini belum termasuk puluhan rumah Palestina lainnya yang telah dikirimi surat pemberitahuan penghancuran dengan dalih pembangunan tidak sah.

Pasukan pendudukan Israel melakukan sebanyak 68 aksi penggerebekan di rumah-rumah penduduk Palestina di Yerusalem. Pasukan pendudukan Israel melakukan sebanyak 127 operasi penghancuran unit bangunan dan penyitaan berbagai properti milik penduduk Palestina sejak awal tahun ini.

Proyek yahudisasis terbaru yaitu adanya usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk membagi kompleks suci Masjid Al-Aqsha agar sebagaian menjadi milik orang-orang Yahudi. Amit Halevi, anggota Knesset dari partai penguasa Likud, yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu, menyiapkan RUU yang menargetkan Masjid Al-Aqsha tersebut.

RUU tersebut menetapkan bahwa kawasan Masjid Al-Qibli di bagian selatan akan dialokasikan bagi umat Islam, sementara Masjid Qubbat Ash-Shakhrah atau Masjid Kubah Batu akan diberikan kepada Yahudi dan akan diubah menjadi Kuil Yahudi, sampai ke perbatasan utara alun-alun Al-Aqsha.

Berdasarkan RUU tersebut, kawasan Masjid Al-Qibli akan dialokasikan bagi umat Islam dan kawasan yang dimulai dari pelataran Masjid Kubah Batu hingga ujung utara alun-alun Al-Aqsha akan dialokasikan bagi Yahudi. RUU ini akan mengalokasikan pembagian sekitar 70 persen dari luas kompleks suci Masjid Al-Aqsha bagi Yahudi dan sisanya bagi umat Islam.

RUU tersebut juga menetapkan pentingnya untuk menghilangkan kedaulatan Yordania dan Lembaga Perwalian atas Masjid Al-Aqsa, serta mengakhiri peran Departemen Wakaf Islam di kompleks suci Al-Aqsha, dengan mengembangkan rencana bertahap untuk mencapai tujuan tersebut.

RUU memungkinkan orang Yahudi untuk melakukan serbuan ke kompleks suci Masjid Al-Aqsha dari semua gerbang, tidak terbatas hanya melalui Gerbang Mughrabi.

RUU tersebut menyerukan pembentukan direktorat khusus untuk mengelola urusan orang Yahudi di Masjid Al-Aqsha dan menetapkan kehadiran orang Yahudi di kompleks suci Al-Aqsha sebagai ziarah agama, yang berarti memungkinkan orang-orang Yahudi untuk melakukan ritual ibadah Talmud dan ritual agama lainnya di Masjid Al-Aqsha tanpa batasan apa pun.

Terlepas semua bentuk kejahatan, kriminalitas Zionis Israel dan upaya yahudisasi, orang-orang Palestina terus melakukan perlawanan terhadap semua proyek yahudisasi dengan berbagai segala cara. Aksi protes hingga perlawanan bersenjata terus dilakukan untuk menghentikan penjajahan tanah dan yahudiasi kota-kota Palestina. Semangat Revolusi Al-Buraq untuk melawan upayah yahudisasi Yerusalem dan Al-Aqsha terus berkobar hingga hari ini.

(T.FJ/S: Palinfo)

leave a reply
Posting terakhir

Jihad Islam: Israel Gagal Capai Tujuan pada Agresi 2008 dan Perlawanan Masih Berlanjut

Jihad Islam juga mengklarifikasi, dalam sebuah pernyataan bahwa perlawanan masih menjadi tema perjuangan, di mana demonstrasi rakyat Palestina menentang kejahatan Israel terus berlangsung. Jihad Islam menyatakan bahwa demontrasi ini adalah bentuk ekspresi asli rakyat dan bangsa Palestina, serta mewakili nilai-nilai ketabahan, kesabaran, dan pembangkangan rakyat Palestina.

Penggalian Israel Terus Berlanjut, Al-Aqsha Terancam Runtuh

Omar Al-Kiswani mengindikasikan bahwa penggalian tersebut telah berlangsung selama lima tahun, terbukti dengan jatuhnya sebuah batu di dinding selatan Masjid Al-Aqsha, yang berdekatan dengan Tembok Al-Buraq. Ia menunjukkan bahwa Otoritas Barang Purbakala Israel menyita batu tersebut. Departemen Wakaf dan Urusan Agama tidak dapat memperoleh batu tersebut untuk kemudian meletakkan kembali pada tempatnya. Omar Al-Kiswani menggambarkan tindakan ini sebagai tindakan yang mencurigakan.